Sejarah Animasi Indonesia sendiri mulai diketahui sejak ditemukannya Cave
Pinting yang bercerita mengenai binatang buruan atau hal-hal yang berbau mistis. Sejak
tahun 1933 di Indonesia banyak koran lokal yang memut iklan Walt Disney. Kemudian
pada tahun 1955, Presiden Soekarno yang sangat menghargai seni mengirim seorang
seniman bernama Dukut Hendronoto (Pak Ook) untuk belajar animasi di studio Walt
Disney.
Setelah belajar selama 3 bulan, ia kembali ke Indonesia dan membuat film animasi
pertama bernama “Si Doel Memilih”. Film animasi 2 dimensi tentang kampanye pemilihan
umum pertama di Indonesia itu menjadi tonggak dimulainya animasi modern di negeri ini.
Pada tahun 1963 Pak Ook hijrah ke TVRI (Televisi Republik Indonesia) dan
mengembangkan animasi di sana dalam salah satu program namun kemudian program itu
dilarang karena dianggap terlalu konsumtif. Di tahun tersebut TVRI merupakan stasiun
TV satu-satunya di Indonesia.
Stasiun ini sudah memulai menayangkan film-film yang dibuat oleh Walt Disney
dan Hanna-Barbera, sekitar tahun 1970.
Pada masa yang sama, lahir juga policy baru
tentang penayangan iklan di TVRI yang kemudian melahirkan program “Mana Suka
Siaran Niaga”. Saat itulah film animasi iklan nasional lahir, yang memberikan gambaran
riil tentang keadaan industri film animasi yang tidak bisa lepas dari pertumbuhan televisi.
Pada tahun 70-an terdapat studio animasi di Jakarta bernama Anima Indah yang
didirikan oleh seorang warga Amerika. Anima Indah termasuk yang mempelopori animasi
di Indonesia karena menyekolahkan krunya di Inggris, Jepang, Amerika dan lain-lain.
Anima berkembang dengan baik namun hanya berkembang di bidang periklanan. Di tahun
70-an banyak film yang menggunakan kamera seluloid 8mm, maraknya penggunaan
kamera untuk membuat film tersebut, akhirnya menjadi penggagas adanya festival film. di
festival film itu juga ada beberapa film animasi Batu Setahun, Trondolo, Timun Mas yang
disutradarai Suryadi alias Pak Raden (animator Indonesia Pertama).
Era tahun 80-an ditandai sebagai tahun maraknya animasi Indonesia Ada film
animasi “Rimba Si Anak Angkasa” yang disutradarai oleh Wagiono Sunarto dan dibuat
atas kolaborasi ulangan “Si Huma” yang diproduksi oleh PPFN dan merupakan animasi
untuk serial TV.
Beberapa animator lokal. ada juga film animasi pet sekitar tahun 1980-
1990-an. Hal ini ditandai dengan lahirnya beberapa studio animasi seperti Asiana Wang
Animation yang bekerjasama dengan Wang Fim Animation, Evergreen, Marsa Juwita
Indah, Red Rocket Animation Studio di Bandung, Bening Studio di Yogyakarta dan Tegal
Kartun di Tegal.
Pada era tahun 90-an sudah banyak bertaburan berbagai film animasi diantaranya
Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang, Satria Nusantara yang kala itu masih
menggunakan kamera film seluloid 35 mm. Kemudian ada serial “Hela,Heli,Helo” yang
merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya.
Tahun 1998 mulai bermunculan film-film animasi yang berbasis cerita rakyat seperti Bawang Merah dan
Bawang Putih, Timun Mas dan petualangan si Kancil. Dan pada era 90-an ini banyak
terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari negara Jepang seperti
Doraemon dan Pocket Monster.
Diantara sekian banyak studio animasi yang terdapat di Indonesia, Red Rocket
Animation termasuk yang paling produktif. Pada tahun 2000 Red Rocket memproduksi
beberapa serial animasi TV seperti Dongeng Aku dan Kau, Klilip dan Puteri Rembulan,
Mengapa Domba Bertanduk dan Berbuntut Pendek, Si Kurus dan Si Macan.
Pada masa ini serial animasi cukup populer karena sudah menggabungkan 2D animasi dengan 3D
animasi. Lalu pada tahun 2003, serial 3D animasi merambah ke layar lebar diantaranya
“Janus Perajurit Terakhir” Pada 7 Mei 2004, hadir film 3D animasi berdurasi panjang (full
animation) buatan Indonesia sekitar 30 menit yaitu “Homeland” yang ceritanya diolah
bersama tim Visi Anak Bangsa dan Kasatmata.
Film ini berkisah soal petulangan seorang
bocah bernama Bumi yang berusaha menemukan tempat tinggalnya di dunia yang
imajiner. Dalam menempuh perjalanan itu Bumi ditemani beragam binatang yang memiliki
indra dan berjiwa dan mempunyai kepribadian serta bisa berbicara sebagaimana layaknya
manusia.
Film ini digarap selama satu tahun di bawah payung Studio Kasatmata di
Jogjakarta. Walaupun film kurang meraih sukses tapi menjadi babak baru bagi dunia
peranimasian di bumi Nusantara. Di antara suguhan berbagai serial kartun dari Nickelodeon, Global TV menyelipkan
satu program anak-anak Kabayan dan Liplap.
Animasi buatan asli anak negeri ini yang
merupakan buah karya Castle Production, perusahaan animasi lokal yang sebelumnya lebih
sering menangani proyek animasi untuk negara lain. Animasi ini mencitrakan Kabayan
sebagai seorang anak berumur 10 tahun, bertubuh gemuk, rajin, jujur, dan bijaksana.
Kabayan memiliki teman imajinasi seekor kunang-kunang bernama Lip Lap.
Dia selalu mengikuti dan menemani Kabayan ke mana pun. Lip Lap sering
menyemangati Kabayan bila sedang putus asa dan mengingatkan bocah tersebut bila
berbuat salah.
Selain Kabayan Liplap yang merupakan tokoh khas Indonesia, ada pula film
animasi pendek superhero asal Tasikmalaya yang telah dua kali memenangkan ajang
penghargaan INAICTA (Indonesia ICT Awards), yaitu Hebring. Nama aslinya adalah
Heru, yang menetap di rumah susun dan bekerja sebagai tukang ojek. Saat ini Hebring
sudah dibuat dalam dua sekuel. Hebring 1 berhasil memenangkan INAICTA 2007 dan
selang dua tahun kemudian sekuel kedua animasi ini mendapat juara pada penghargaan
yang sama.
Pada Hebring 1, pahlawan yang suka makan bakso ini dengan kekuatan supernya
berusaha menghentikan laju bus Transjakarta yang remnya tiba-tiba blong. Hal ini ia
lakukan untuk menolong seorang nenek yang sedang menyebrang jalan tanpa mengetahui
bahwa ada bus yang sedang mengarah kepadanya. Hebring kembali membantu nenek yang
sama saat tasnya dicopet pada sekuel keduanya.
Pada tahun 2008, Indonesia berhasil membuat film animasi 3D pertama yang
ditayangkan di layar lebar dan juga sudah berhasil Go Internasional (didistribusikan ke
berbagai negara mulai dari Singapura, Korea, dan Rusia). Film animasi yang berjudul
“Meraih Mimpi” tersebut diproduksi Infinite Frameworks (IFW), studio animasi yang
berpusat di Batam. Film ini merupakan adapatasi dari buku karya Minfung Ho berjudul
Sing to The Dawn.
Buku tersebut bercerita tentang kakak beradik yang berusaha
melindungi tempat tinggal mereka dari kontraktor penipu.
IFW membuat adapatasi buku Minfung Ho tersebut atas permintaan pemerintah
Singapura yang ingin buku wajib baca di beberapa SD di Singapura tersebut dibuatkan filmnya.
Begitu mendapat tawaran, IFW langsung memulai pengerjaan film Sing to The
Dawn. Dan untuk diketahui lebih dari 150 animator yang turut andil di dalamnya.
Animasi di Indonesia sudah jauh lebih berkembang dibandingkan beberapa tahun lalu. Dari segi talent, sudah banyak animator yang kemampuannya tak bisa dipandang remeh.
Pemerintah pun sedikit demi sedikit mulai memperlihatkan dukungannya untuk memajukan industrinya.
0 komentar:
Post a Comment