Tuesday, 22 April 2014

Muraqabah (Menjaga Diri)

Filled under:

Allah Ta'ala berfirman: "Dialah yang melihatmu ketika engkau berdiri dan juga gerak tubuhmu diantara orang-orang yang bersujud." (asy-Syu'ara': 218-219)

 
Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan Dia adalah besertamu di mana saja engkau semua berada." (al-Hadid: 4)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu yang tersembunyi baik di bumi ataupun di langit."(Ali-Imran: 5)

Lagi firmannya Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi." (al-Fajar: 14)

Juga firmannya Allah Ta'ala: "Dia Maha Mengetahui akan kekhianatan mata -maksudnya pandangan mata kepada sesuatu yang dilarang atau kerlingan mata sebagai ejekan dan lain-lain perbuatan yang tidak baik- dan apa saja yang tersembunyi dalam hati." (al-Mu'min: 19)

Ayat-ayat yang mengenai bab ini banyak sekali dan kiranya dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:

 Pertama: Dari Umar bin Alkhaththab r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita semua duduk di sisi Rasulullah s.a.w. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di muka kita seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak tampak padanya bekas berpergian dan tidak seorangpun dari kita semua yang mengenalnya, sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan berkata: "Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada pilihan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau engkau kuasa jalannya ke situ." Orang itu berkata: "Tuan benar." Kita semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari penghabisan -kiamat- dan hendaklah engkau beriman pula kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk -semuanya dari Allah jua." Orang itu berkata: "Tuan benar." Kemudian katanya lagi: Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihatNya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya, maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu." Ia berkata: "Tuan benar." Katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari kiamat." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanya -yakni beliau s.a.w. sendiri- tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya- yakni orang yang datang tiba-tiba tadi. Orang itu berkata pula: "Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang alamat-alamatnya (tanda-tanda datangnya) hari kiamat itu." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya -maksudnya hamba sahaya itu dikawin oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya- dan apabila engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar -karena sudah menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara." Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya -yakni Umar r.a.- berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Umar, adakah engkau mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?" Saya menjawab: "Allah dan RasulNyalah yang lebih mengetahuinya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua." (Riwayat Muslim). Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan tuannya sendiri. Tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu maksudnya. Al-'Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya. Sebabnya Sayidina Umar terheran-heran karena orang yang bertanya itu semestinya belum mengerti apa yang ditanyakan, tetapi anehnya setelah diberi jawaban, tiba-tiba penanya itu berkata: "Tuan benar," dan kata-kata sedemikian ini tentulah menunjukkan bahwa penanya itu telah mengerti. Barulah keheranan Sayidina Umar itu lenyap setelah diberitahu bahwa yang bertanya tadi sebenarnya adalah Jibril a.s. yang kedatangannya memang sengaja hendak mengajarkan soal-soal keagamaan kepada para sahabat Rasulullah s.a.w.

Dalam hadits di atas, ada beberapa hal yang penting kita ketahui, yaitu:
 a. Mendirikan shalat artinya tidak semata-mata menjalankan shalat saja, tetapi harus dipenuhi pula syarat-syarat serta rukun-rukunnya dan ditepatkan selalu menurut waktu-waktunya.

 b. Percaya kepada Allah yakni meyakinkan bahwa Allah itu ada (jadi jangan beranggapan bahwa Allah itu tidak ada seperti faham komunis), dan lagi Allah itu bersifat dengan semua sifat kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan serta terjauh dari semua sifat kekurangan, kehinaan dan kerendahan.

c. Malak (malaikat) ialah makhluk Allah yang dibuat daripada nur (cahaya) dan tidak berjejal-jejal seperti cahaya lampu yang memenuhi rumah. Dengan cahaya seribu lampu, belum juga sesak rumah itu. Dengan ini teranglah apa yang dimaksud dalam sebuah Hadis: Artinya: "Bahwasanya Allah itu mempunyai malaikat, ada yang memenuhi sepertiga alam, ada yang memenuhi dua pertiga alam dan ada yang memenuhi alam seluruhnya." Adapun arti iman kepada malaikat ialah harus percaya bahwa mereka itu benar-benar ada dan bahwa mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Malak itu sebenarnya kata mufrad dan jamaknya berbunyi malaikat.

d.  Percaya kepada kitab-kitab Allah ialah meyakinkan betul bahwa kitab-kitab suci itu adalah firman Allah yang sebenar-benarnya yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dengan jalan wahyu dan meyakinkan pula bahwa isi yang terkandung di dalamnya itu semua benar.

e. Percaya kepada para Rasul artinya beri'tikad seteguh-teguhnya bahwa apa yang mereka bawa itu memang sebenarnya dari Allah Ta'ala.

f. Hari Akhir ialah hari Kiamat. Iman dengan hari kiamat artinya mempercayai betul-betul akan terjadinya hari penghabisan itu dan apa saja yang terjadi sesudahnya, misalnya Hasyar (akan dikumpulkannya semua makhluk di padang mahsyar), Hisab (semua amal akan diperhitungkan), Mizan (amal-amal akan ditimbang dalam neraca), menyeberangi jembatan yang disebut Shirath dan kemudian ada yang masuk Jannah (syurga), ada pula yang terus terjun ke (neraka) dan lain-lain hal lagi.

g. Qadar ialah ketentuan dari Allah sebelum Allah membuat semua makhluk ini, yang baik maupun yang jahat. Jadi segala macam kejadian adalah dengan kehendak Allah yang telah dipastikan sejak zaman azali dulu yaitu zaman sebelum Allah membuat apa-apa. Tetapi kita jangan lupa berikhtiar, karena kita telah diberi akal oleh Allah untuk mengusahakan bagaimana jalannya agar kita tetap bernasib baik dan terjauh dari nasib buruk. Kita tetap harus berdaya upaya selama hayat dikandung badan.
  
h. Dengan cara ibadah sebagaimana yang terkandung dalam arti kata Ihsan ini, maka tentu akan khusyuklah kita sewaktu menyembah Allah itu. Kalau dapat seolah-olah tahu pada Allah, ini namanya Mukasyafah (terbuka dari semua tabir yang menutup) dan kalau mengangan-angankan bahwa Allah tetap melihat kita, ini namanya Muraqabah (mengawasinya Allah pada kita).

i. Tanda-tanda yang dimaksud ini ialah tanda-tanda kecil sebab datangnya hari kiamat itu ada tanda-tandanya yang kecil dan ada tanda-tandanya yang besar. Tanda-tanda kecil artinya datangnya itu masih agak jauh, tetapi bila tanda-tanda besar telah nampak, maka itulah yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah sangat dekat sekali saat terjadinya.

j.  Hamba sahaya perempuan melahirkan tuannya artinya banyak sahaya perempuan itu yang dikawin oleh raja-raja atau pejabat-pejabat tinggi lalu melahirkan anak-anak perempuan sehingga anak-anaknya itu pun akan berkedudukan sebagaimana ayahnya.

i. Orang yang tak beralas kaki, telanjang, miskin serta penggembala kambing sama bermegah-megah dalam gedung-gedung besar, maksudnya ialah bahwa yang asalnya hanya penggembala yang miskin hingga seolah-olah tak pernah beralas kaki dan pakaiannya hampir-hampir tidak ada (boleh dikata telanjang) tiba-tiba menjadi pembesar-pembesar negeri dan mendiami gedung-gedung besar lagi indah dan sama berkuasa serta kaya raya. Dengan demikian, keadaan negeri lalu rusak binasa sebab sesuatu perkara semacam pemerintahan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, sebagaimana dalam sebuah hadits diterangkan: Artinya: "Apabila sesuatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kerusakannya."

Dengan ini tahulah kita bahwa Islam itu mengandung tiga unsur yang utama yakni:
  1. Lima Rukun Islam.
  2. Enam Rukun Iman.
  3. Dua Rukun Ihsan. 

    Kedua: Dari Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman yaitu Mu'az bin Jabal radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah s.a.w. sabdanya: "Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan jelek itu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan tadi dan pergaulilah para manusia dengan budi pekerti yang bagus." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Keterangan:
Hadis ini mengandung tiga macam unsur, yakni bertaqwa kepada Allah, kebaikan diikutkan sesudah mengerjakan kejelekan dan perintah bergaul dengan baik antara seluruh umat manusia. Mengenai yang ketiga tidak kami jelaskan lebih panjang, sebab masing-masing bangsa tentu memiliki cara-cara atau adat-istiadat sendiri. Namun demikian juga mesti dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh agama Islam, sehingga tidak melampaui batas, akhirnya terperosok dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta'ala.

Jadi di bawah ini akan diuraikan perihal yang dua buah unsur saja, yaitu:
  1. Takut pada Allah atau Taqwallah adalah satu kata yang menghimpun arti yang sangat dalam sekali, pokoknya ialah mengikuti dan mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi serta menahan diri dari melakukan larangan-laranganNya. Dengan demikian terjagalah jiwa dan terpeliharalah hati manusia dari kemungkaran, kemaksiatan, kemusyrikan yang terang (jali) atau yang tidak terang (khafi), juga terhindar dari kekufuran dan kemurtadan. Tuhan tentu akan melindungi orang yang taqwa itu dari semuanya tadi. Tentang ini Allah telah berfirman: "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang berlaku baik."
  2. Mengikutkan kebaikan sesudah melakukan kejahatan itu misalnya ialah bertaubat, karena dengan demikian lenyaplah segenap kesalahan yang kita lakukan, asalkan kita bertaubat itu dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah: Artinya: "Melainkan orang yang bertaubat dan beriman dan beramal shalih, maka mereka itu kejelekan-kejelekannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan."

    Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya berada di belakang Nabi s.a.w. -dalam kendaraan atau membonceng- pada suatu hari, lalu beliau bersabda: "Hai anak, sesungguhnya saya hendak mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yaitu: Peliharalah Allah -dengan mematuhi perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya-, pasti Allah akan memeliharamu, peliharalah Allah, pasti engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Jikalau engkau meminta, maka mohonlah kepada Allah dan jikalau engkau meminta pertolongan, maka mohonkanlah pertolongan itu kepada Allah pula. Ketahuilah bahwasanya sesuatu umat -yakni makhluk seluruhnya- ini, apabila berkumpul -bersepakat- hendak memberikan kemanfaatan padamu dengan sesuatu -yang dianggapnya bermanfaat untukmu-, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan kemanfaatan itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Juga jikalau umat -seluruh makhluk- itu berkumpul -bersepakat- hendak memberikan bahaya padamu dengan sesuatu -yang dianggap berbahaya untukmu-, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan bahaya itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Pena telah diangkat -maksudnya ketentuan-ketentuan telah ditetapkan- dan lembaran-lembaran kertas telah kering -maksudnya catatan-catatan di Lauh Mahfuzh sudah tidak dapat diubah lagi-." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.

    Dalam riwayat selain Tirmidzi disebutkan: "Peliharalah Allah, maka engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu. Berkenalanlah kepada Allah -yakni tahulah kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan untuk Allah- di waktu engkau dalam keadaan lapang -sehat, kaya dan lain-lain-, maka Allah akan mengetahuimu -memperhatikan nasibmu- di waktu engkau dalam keadaan kesukaran -sakit, miskin dan lain-lain-. Ketahuilah bahwa apa-apa yang terlepas daripadamu itu -keuntungan atau bahaya, tentu tidak akan mengenaimu dan apa-apa yang mengenaimu itu pasti tidak akan dapat terlepas daripadamu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu beserta kesabaran dan bahwasanya kelapangan itu beserta kesukaran dan bahwasanya beserta kesukaran itu pasti ada kelonggaran."

    Keterangan:
    Hal-hal yang perlu dimaklumi dalam hadits ini ialah:
  3. Ada di belakang Nabi s.a.w. maksudnya ialah membonceng waktu naik bighal (semacam kuda) dengan duduk di belakang beliau.
  4. Peliharalah Allah, yakni peliharalah perintah-perintah dan larangan-larangan Allah serta berhati-hatilah pada kedua macam hal itu, pasti engkau dijaga olehNya dalam duniamu, agamamu, dirimu dan keluargamu.
  5. Ummat ialah semua makhluk yang dimaksudkan.
  6. Pena-pena telah diangkat, artinya ketentuan-ketentuan telah tetap.
  7. Kertas-kertas telah kering maksudnya catatan-catatan semua yang ada di dalam dunia semesta ini (sebagaimana yang tertera di Lauh Mahfuzh) tentu saja tak ada yang dapat mengubah takdir-takdir dari Allah itu kecuali yang dikehendaki olehNya sendiri sebagaimana firmanNya: Artinya: "Allah menghapus serta menetapkan apa saja yang dikehendaki olehNya dan di sisi Allahlah ummul kitab atau pokok/induk catatan. Ummul kitab ini adalah ilmu Allah yang qadim (dahulu) sejak zaman azali (sebelum ada apa-apa kecuali Allah)."
  8. Selain Tirmidzi yakni 'Abd bin Humaid dan juga Imam Ahmad.
  9. Suka mengenal pada Allah artinya senantiasa mendekat dan taat padaNya. Kalau kita suka demikian ketika kita dalam keadaan lapang (banyak rezeki dan badan sehat), maka Allah pasti suka melihat kita yakni mau memberi pertolongan pada kita apabila kita dalam keadaan sukar pada suatu waktu.
  10. Suatu yang telah ditentukan oleh Allah (sejak zaman azali) akan lepas dari kita, (tidak dapat kita capai), sudah tentu selamanya barang itu tetap lepas dari kita yakni tidak dapat mengenai kita (kita peroleh). Demikian pula sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang telah ditentukan akan kita dapatkan, maka bagaimanapun juga tidak akan lepas dari kita.
  11. Pertolongan Allah beserta kesabaran yakni bila kita ingin pertolongan dari Allah, haruslah kita sabar.
  12. Kelapangan beserta kesusahan dan nanti pasti ada kelonggaran yakni manusia itu tidak mungkin akan terus menerus susah dan sukar, insya Allah pada suatu ketika ia akan menemui kelapangan dan kelonggaran juga.


Keempat: Dari Anas r.a., katanya: "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan -yang diremehkannya sebab dianggap dosa kecil-kecil saja-, yang amalan-amalan itu adalah lebih halus -lebih kecil- menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut. Tetapi kita semua di zaman Rasulullah s.a.w. menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan -menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan-." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ia mengatakan bahwa arti Almubiqat ialah apa-apa yang merusakkan.

Kelima: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu cemburu dan kecemburuan Allah Ta'ala itu ialah apabila seorang manusia mendatangi -mengerjakan- apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya." (Muttafaq 'alaih)

Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya ada tiga orang dari kaum Bani Israil, yaitu orang supak -yakni belang-belang kulitnya-, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian mengutus seorang malaikat kepada mereka. Ia mendatangi orang supak lalu berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang supak berkata: "Warna yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran-kotoran itu dari tubuhnya dan dikaruniai -oleh Allah Ta'ala- warna yang baik dan kulit yang bagus. Malaikat itu berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Orang itu menjawab: "Unta." Atau katanya: "Lembu," yang merawikan hadits ini sangsi -apakah unta ataukah lembu. Ia lalu dikaruniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata: "Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini." Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang botak berkata: "Rambut yang bagus dan lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikarunia rambut yang bagus. Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Ia berkata: "Lembu." Iapun lalu dikaruniai lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: "Semoga Allah memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini." Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: "Keadaan bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang buta menjawab: "Yaitu hendaknya Allah mengembalikan penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang." Malaikat lalu mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya. Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Ia menjawab: "Kambing." Iapun dikarunia kambing yang bunting -hampir beranak. Yang dua ini -unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini -kambing- juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang -yang supak- mempunyai selembah penuh unta dan yang satunya lagi -yang botak- mempunyai selembah lembu dan yang lainnya lagi -yang buta- mempunyai selembah kambing. Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang -yang asalnya- supak dalam rupa seperti orang supak itu dahulu keadannya -yakni berpakaian serba buruk- dan berkata: "Saya adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam berpergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang telah mengaruniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam berpergianku ini -untuk sekedar bekal perjalanannya." Orang supak itu menjawab: "Keperluan-keperluanku masih banyak sekali." Jadi enggan memberikan sedekah padanya. Malaikat itu berkata lagi: "Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu seorang yang berpenyakit supak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu seorang fakir, kemudian Allah mengaruniakan harta padamu?" Orang supak dahulu itu menjawab: "Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan merekapun dari nenek-moyangnya pula." Malaikat berkata pula: "Jikalau engkau berdusta dalam pendakwaanmu -uraianmu yang menyebutkan bahwa harta itu adalah berasal dari warisan-, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula. Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang -yang asalnya- botak, dalam rupa seperti orang botak dulu -dan keadaannya- yang hina dina, kemudian berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada orang supak dan orang botak itu menolak permintaannya seperti halnya orang supak itu pula. Akhirnya malaikat itu berkata: "Jikalau engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana keadaanmu semula." Seterusnya malaikat itu mendatangi orang -yang asalnya- buta dalam rupanya -seperti orang buta itu dahulu- serta keadaannya -yang menyedihkan-, kemudian ia berkata: "Saya adalah orang miskin dan anak jalan -maksudnya sedang berpergian dan kehabisan bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam berpergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu yaitu seekor kambing yang dapat saya gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam berpergian ini." Orang buta dahulu itu berkata: "Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat kesukaran padamu -karena tidak meluluskan permintaanmu- pada hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil karena mengharapkan keridhaan Allah 'Azzawajalla." Malaikat itu lalu berkata: "Tahanlah hartamu -artinya tidak diambil sedikitpun-, sebab sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meridhai dirimu dan memurkai pada dua orang sahabatmu -yakni si supak dan si botak." [8] (Muttafaq alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang artinya: "Aku tidak akan membuat kesukaran padamu", itu diganti: La ahmaduka, artinya: "Aku tidak memujimu -menyesali diriku- sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan karena engkau membutuhkannya." [9]

 Ketujuh: Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a.dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Orang yang cerdik -berakal- ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah -yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat-, tanpa beramal shalih." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Imam Tirmidzi dan lain-lain ulama mengatakan bahwa makna daana nafsahu artinya membuat perhitungan pada diri sendiri.

Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setengah daripada kebaikan keIslaman seseorang ialah apabila ia suka meninggalkan apa-apa yang tidak memberikan kemanfaatan padanya -yakni ia tidak memerlukan untuk mencampuri urusan itu-. Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lain-lain.

Keterangan:
Meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah misalnya sesuatu yang memang bukan urusan kita atau sesuatu yang sudah terang salah dan batil, maka tidak berguna kita membela atau menolongnya. Demikian pula sesuatu yang bila kita campuri, maka bukan makin baik dan mungkin mencelakakan diri kita sendiri. Semua itu baiklah kita tinggalkan, kalau kita ingin jadi orang Islam yang baik.

Kesembilan: Dari Umar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah seorang lelaki itu ditanya apa sebabnya ia memukul istrinya -sebab mungkin ia akan malu jikalau sebab pemukulannya diketahui oleh orang lain-." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya. 

Catatan Kaki:

[8] Sabdanya Nabi s.a.w. An-naaqatut 'usyara, dengan dhammahnya 'ain dan fathahnya syin serta dengan mad (yakni dibaca panjang dengan diberi hamzah di belakang alif), artinya: bunting. Sabdanya Antaja dalam riwayat lain berbunyi Fanataja, artinya: Menguasai di waktu keluarnya anak unta. Natij bagi unta adalah sama halnya dengan Qabilah bagi wanita. Jadi natij, artinya penolong unta betina waktu beranak, sedang qabilah, artinya penolong wanita waktu melahirkan atau biasa dinamakan bidan. Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang. Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-'at biyal hibaalu, yaitu dengan ha' muhmalah (tanpa bertitik) dan ba' muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudah terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku).

[9] Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: "Laisa 'alaatbuulil hayaati nadamun," artinya: Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.

Sumber:
o        Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
o        Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
 
 

0 komentar:

Post a Comment